Tafsir Surah Ya Sin (ayat 2 dan 3)
Oleh: Sulaiman Al-Kumayi
Oleh: Sulaiman Al-Kumayi
(2). Demi al-Qur’an yang penuh kebijaksanaan.
Pada ayat ini Allah menjadikan al-Qur’an sebagai persumpahan. Huruf wawu yang mendahului kata al-Qur’an, adalah huruf qasam, yang bermakna sumpah, sehingga dalam konteks ini harus diterjemahkan sebagai ‘demi’, dan bukan diterjemahkan sebagai ‘dan’. Apabila ini dikaitkan dengan ayat pertama di atas, ini merupakan isyarat bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad, sebagaimana yang ada dalam al-Qur’an, merupakan ajaran-ajaran yang penuh hikmah(wisdom). Bukan ajaran yang absurd (sia-sia). Mereka yang mempelajari dan mencerna al-Qur’an dengan tekun dan profesional akan menangkap kebijaksanaan yang ada di dalamnya. Tetapi mereka yang hanya berorientasi pada pencarian “pahala” an sich, tidak akan memperoleh al-hikmah.
Dalam ayat 2 ini al-Qur’an diatributi oleh al-hakîm. Al-hakîm dipahami oleh sementara ulama dalam arti “yang memiliki hikmah.” Sedang hikmah antara lain berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai hâkim. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar, makna ini ditarik dari kata ‘hakamah’, yang berarti kendali, karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan, atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang burukpun dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hâkim(bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaiannya, dan dalam peraturannya, dialah pelaku hakim.
Allah menyifati al-Qur’an dengan al-hakîm pada ayat 2 ini, karena seluruh kandungannya merupakan petunjuk (hudan) yang terbaik guna mendatangkan kemaslahatan dan menhindarkan dari keburukan. Penyifatan ini sangat tepat ketika kita menyimak lebih lanjut ayat-ayat berikutnya, yang berisi peringatan (al-dzikr), ajaran moral (moral teaching), kisah dan sebagainya. Kesemuanya merupakan hikmah yang bisa dipetik oleh umat manusia.
Dalam ayat 2 ini al-Qur’an diatributi oleh al-hakîm. Al-hakîm dipahami oleh sementara ulama dalam arti “yang memiliki hikmah.” Sedang hikmah antara lain berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai hâkim. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar, makna ini ditarik dari kata ‘hakamah’, yang berarti kendali, karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan, atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang burukpun dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hâkim(bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaiannya, dan dalam peraturannya, dialah pelaku hakim.
Allah menyifati al-Qur’an dengan al-hakîm pada ayat 2 ini, karena seluruh kandungannya merupakan petunjuk (hudan) yang terbaik guna mendatangkan kemaslahatan dan menhindarkan dari keburukan. Penyifatan ini sangat tepat ketika kita menyimak lebih lanjut ayat-ayat berikutnya, yang berisi peringatan (al-dzikr), ajaran moral (moral teaching), kisah dan sebagainya. Kesemuanya merupakan hikmah yang bisa dipetik oleh umat manusia.
(3). Sesungguhnya engkau adalah salah seorang dari para rasul.
Dhamir(kata ganti) engkau pada ayat ini secara spesifik merujuk pada Nabi Muhammad SAW. Pada ayat 2 Tuhan bersumpah “Demi al-Qur’an yang penuh kebijaksanaan,”sumpah ini adalah guna menguatkan keterangan yang diberikan Tuhan atau kesaksian Tuhan di ayat 3 ini bahwa Nabi Muhammad benar-benarlah termasuk dari para rasul (utusan Allah). Dengan demikian, kehadiran Nabi Muhammad ke muka bumi ini ada kaitannya dengan ajaran para rasul Allah di masa-masa sebelum beliau.
Pada ayat ini Allah menggunakan dua huruf taukîd(huruf penguat terhadap suatu pernyataan), yaitu inna dan lâm, hal ini untuk menegaskan bahwa Nabi Muhammad itu adalah Rasul Allah dan merupakan salah seorang dari rasul-rasul. Karena itu tak ada alasan untuk mengingkari kerasulannya.
Pada ayat ini Allah menggunakan dua huruf taukîd(huruf penguat terhadap suatu pernyataan), yaitu inna dan lâm, hal ini untuk menegaskan bahwa Nabi Muhammad itu adalah Rasul Allah dan merupakan salah seorang dari rasul-rasul. Karena itu tak ada alasan untuk mengingkari kerasulannya.
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar