Minggu, 28 Desember 2008

HAL IHWAL KUBUR: SIKSA, NIKMAT, DAN PENYELAMATAN SIKSA KUBUR

HAL IHWAL KUBUR:
SIKSA, NIKMAT, DAN PENYELAMATAN SIKSA KUBUR
Oleh: Sulaiman Al-Kumayi
    Ketika ruh seseorang dikembalikan ke dalam jasadnya di dalam kubur, dan datanglah dua Malaikat yang mendudukkannya lalu bertanya: “Siapa Tuhanmu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.” Ditanya lagi: “Apa agamamu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.” Ditanya sekali lagi: “Bagaimana pendapatmu terhadap orang yang diutus ditengah-tengah kamu?” Dijawab: “Aku tidak tahu.” Maka, terdengarlah suara seruan dari langit: “Hamba-Ku bohong, hamparkan untuknya dari neraka dan bukakan baginya pintu neraka. Karena itu terasalah baginya panas hawa neraka, dan disempitkan kuburnya sehingga terhimpit dan rusak tulang-tulang rusuknya, kemudian datang kepadanya seseorang yang berwajah jelek dan berbau busuk, sembari berkata ‘sambutlah hari yang sangat jelek bagimu, inilah saat yang telah diperingatkan Allah kepadamu.’ Ia pun bertanya: “Siapakah kamu ini?” Ia menjawab: “Aku adalah amalmu yang jelek.” Mendengar itu, ia pun berkata: “Ya Tuhan janganlah buru-buru Engkau datangkan hari kiamat.”
Di bagian lain, Rasulullah Saw juga menerangkan: “Seorang mukmin jika sakaratul-maut mendatanginya, maka malaikat datang dengan membawa sutra yang berisi misik (kasturi) dan tangkai-tangkai bunga, lalu ruhnya dicabut bagaikan mengambil rambut di dalam adonan sambil berseru: Hai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya, kembalilah kepada rahmat Allah Ta`ala dan keridaan-Nya. Setelah ruh keluar dari jasad, ia diletakkan di atas misik dan bunga-bungaan kemudian dilipat dengan kain sutra dan dibawa ke illiyyin. 
    Adapun orang kafir jika sakaratulmaut tiba, didatangi oleh Malaikat yang membawa kain bulu yang di dalamnya ada api. Ruhnya dicabut dengan kasar dan keras sambil dikatakan kepadanya:
Hai ruh yang jahat! Keluarlah menuju Tuhanmu ke tempat yang rendah hina dan siksa-Nya. Maka, ketika ruh tersebut telah keluar ia diletakkan di atas api dan bersuara seperti sesuatu yang mendidih kemudian dilipat dan dibawa ke sijjin.
    Abu Ja`far meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, berkata: “Seorang mukmin jika diletakkan di kubur, maka diperluas kuburnya itu hingga 70 hasta dan ditaburkan padanya bunga-bunga dan dihamparkan sutra, dan bila ia hafal dari Al-Qur’an cukup untuk penerangannya, jika tidak maka Allah memberikan kepadanya cahaya penerangan yang menyerupai penerangan matahari, dan ia dalam kubur bagaikan pengantin baru. Jika tidur, tidak ada yang berani membangunkan kecuali kekasihnya sendiri. Ketika ia bangun dari tidurnya itu, ia seperti kurang puas tidurnya. Adapun orang kafir, kuburnya akan dipersempit sehingga menghancurkan tulang rusuknya dan menembus perutnya. Dikirimkan kepadanya ular sebesar onta, yang memakan dagingnya hingga habis dan hanya tersisa tulang-belulang. Kepadanya didatangkan malaikat yang akan menyiksanya. Malaikat ini buta dan tuli dengan membawa pemukul besi yang langsung dipukulkannya. Malaikat ini tidak mendengar jeritan kesakitan dari orang ini dan juga tidak melihat keadaan orang yang dipukulnya dengan keras ini. Karena keadaan Malaikat yang demikian inilah, maka ia sama sekali tidak pernah memberikan belas kasih kepada orang yang dipukulnya. Setelah itu, orang kafir ini dihidangkan siksaan neraka pada setiap pagi dan sore. 
    Abu Nashr bin Muhammad As-Samarqandi—lebih dikenal dengan Abul-Laits—mengatakan bahwa siapa saja yang ingin selamat dari siksa kubur, ia harus secara terus-menerus dan istiqamah untuk mengamalkan empat hal: [1] menjaga salat lima waktu, [2] memperbanyak sedekah, [3] memperbanyak membaca Al-Qur’an, dan [4] memperbanyak membaca tasbih (subhânallâhi walhamdulillâhi wa lâ ilâha illallâh wallâhu akbar wa lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh). Sedangkan empat hal yang harus ditinggalkan ialah: [1] dusta, [2] khianat, [3] adu domba, dan [4] air kencing yang tidak bersih, karena Rasulullah Saw bersabda:
تَنَزَّهُوْاعَنِ اْلبَوْلِ فَاِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اْلقَبْرِ مِنْهُ
Bersih-bersihlah kamu dari air kencing, karena umumnya siksa kubur itu disebabkan kencing (maksudnya: ketika buang air kecil, maka bersihkanlah sisa-sisa air dari kemaluan dan jangan sampai ada tetesan yang keluar darinya). 
Muhammad bin As-Sammak ketika melihat kubur berkata: “Kamu jangan tertipu dengan tenangnya dan diamnya kubur-kubur ini, karena alangkah banyaknya orang yang sudah bingung di dalamnya. Dan jangan tertipu dengan ratanya kubur ini, karena alangkah jauh berbeda antara yang satu dengan yang lainnya di dalamnya. Hendaklah orang yang berakal memperbanyak ingat pada kubur sebelum masuk ke dalamnya.”
Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Siapa yang memperbanyak mengingat kubur, ia akan mendapatkan kebun dari kebun-kebun surga; dan siapa yang melupakannya, ia akan mendapatkan jurang dari jurang-jurang api neraka.”
Ali bin Abi Thalib Kw berkata dalam sebuah khutbahnya: 
“Hai hamba Allah! Berhati-hatilah kamu dari maut yang tidak dapat dihindari, ketika kamu berada di tempat ia datang menjemputmu. Jika kamu lari darinya, ia pasti mengejarmu. Maut selalu terikat di ubun-ubunmu. Karena itu, carilah jalan selamat. Carilah jalan selamat. Segera dan jangan tunda-tunda lagi, sebab di belakangmu ada yang mengejar kamu, yakni kubur. Ingatlah bahwa kubur itu adakalanya kebun dari kebun-kebun surga. Tapi kubur juga adalah jurang dari jurang-jurang neraka. Setiap hari kubur berkata ‘akulah rumah yang gelap, akulah tempat sendirian, akulah rumah ulat-ulat.’
Ingatlah sesudah itu, ada hari yang lebih ngeri. Hari di mana anak kecil segera beruban. Orang tua bagaikan orang mabuk. Seorang ibu yang sedang menyusui anaknya lupa terhadap bayinya, dan wanita yang mengandung menggugurkan kandungannya. Juga, engkau akan melihat orang-orang bagaikan orang mabuk padahal mereka tidak mabuk khamr. Itu semua karena dahsyatnya siksaan Allah. Ingatlah bahwa sesudah itu ada api neraka yang sangat panas dan sangat curam. Perhiasannya besi. Airnya darah bercampur nanah. Tidak ada rahmat Allah di sana. [Mendengarkan khutbah Ali ini, kaum Muslimin pun menangis]. Namun, di sana ada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, tersedia untuk orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah melindungi kita dari siksa yang pedih, dan menempatkan kita dalam surga yang penuh kenikmatan (darun-na`im).”
Usaid bin Abdurrahman berkata: “Aku telah mendapat keterangan bahwa seorang mukmin jika mati dan diangkat, ia berkata, ‘Segerakan aku’, dan bila telah dimasukkan dalam lahad (kubur), bumi berkata kepadanya ‘aku sayang kepadamu ketika di atas punggungku, dan kini lebih sayang lagi kepadamu.’ Dan bila orang kafir yang mati dan jenazahnya diangkat, ia berkata, ‘Kembalikanlah aku’, dan bila diletakkan di lahadnya, bumi berkata kepadanya, ‘Aku sangat benci kepadamu ketika kamu di atas punggungku, dan kini aku lebih benci lagi kepadamu.’”
Utsman bin Affan ketika berhenti di atas kubur selalu menangis, sehingga ada yang menegurnya: “Anda jika menyebut surga dan neraka tidak menangis, tetapi Anda menangis karena kubur ini, kenapa?” Utsman menjawab dengan mengutip sabda Rasulullah Saw: "Kubur itu adalah permulaan akhirat, maka jika selamat dalam kubur, maka yang dibelakangnya lebih ringan, dan jika tidak selamat dalam kubur, maka yang dibelakangnya lebih berat darinya." 
    Abdul-Hamid bin Al-Mughuli berkata: “Ketika saya duduk bersama Ibnu Abbas ra, tiba-tiba datang kepadanya beberapa orang berkata: “Kami rombongan haji, dan bersama kami ini ada seorang ketika sampai di daerah Dzatish-Shahifah tiba-tiba ia mati, lalu kami siapkan segala keperluannya, dan ketika menggali kubur untuknya tiba-tiba ada ular sebesar lahad, sehingga kami tinggalkan dan menggali di tempat lain. Namun, kami juga mendapatkan ular di dalamnya. Kami pun menggali kubur lagi di tempat yang lain, tapi lagi-lagi kami mendapati ular di dalamnya. Sekarang kami bertanya kepada Anda, bagaimana seharusnya kami berbuat terhadap mayit tersebut?” Ibnu Abbas menjawab: “Itu adalah bagian dari amal perbuatannya sendiri, lebih baik kamu kuburkan saja dia. Demi Allah, seandainya kamu menggali bumi ini semuanya, niscaya akan kamu dapatkan ular di dalamnya.” Mereka pun kembali dan mengubur mayit itu di salah satu lubang kubur yang sudah digali tadi, dan ketika mereka kembali ke daerahnya mereka menemui keluarganya untuk mengembalikan barang-barangnya sambil bertanya kepada isterinya ‘apakah amal perbuatan yang telah dilakukan suaminya?’ Istrinya tadi menjawab: “Dia biasa menjual gandum dalam karung, lalu dia mengambil sekedar untuk makannya sehari, dan menaruh tangkai-tangkai gandum itu ke dalam karung seberat yang diambilnya itu.”
    Kasus di atas seharusnya menjadi pelajaran dan peringatan bagi kita agar tidak berkhianat. Karena khianat adalah salah satu sebab siksa kubur. Dan Allah telah menunjukkan siksaan-Nya itu di dunia ini.
    Ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa bumi ini tiap hari berseru sampai lima kali: Hai anak Adam! Engkau berjalan di atas punggungku, dan kembalimu di dalam perutku. Hai anak Adam! Engkau makan berbagai macam di atas punggungku, dan engkau akan dimakan ulat di dalam perutku. Hai anak Adam! Engkau tertawa di atas punggungku, dan akan menangis di dalam perutku. Hai anak Adam! Engkau bergembira di atas punggungku, dan akan berduka di dalam perutku. Hai anak Adam! Engkau berbuat dosa di atas punggungku, dan akan tersiksa di dalam perutku.
    Amr bin Dinar mengisahkan tentang seorang penduduk kota Madinah yang mempunyai saudara perempuan di ujung kota yang sedang sakit dan akhirnya meninggal dunia. Setelah selesai dimandikan, dikafani dan disalatkan, jenazah perempuan tadi dimakamkan dan orang-orang pun pulang ke rumah. Namun, sesampainya di rumah, saudara almarhumah perempuan tadi teringat sebuah bungkusan yang berisi barang berharga yang terbawa ke dalam kuburan saudara perempuannya tadi. Ia pun meminta penggali kuburan untuk menggali kuburan tersebut. Usai digali tampaklah bungkusan yang dicarinya. Ia berkata kepada penggali kubur: “Tolong kamu minggir sebentar. Saya ingin mengetahui bagaimana keadaan saudaraku ini.” Ia buka sedikit lahadnya. Betapa kagetnya ia ketika menyaksikan api menyala dari dalam kubur saudaranya itu. Dengan tergesa-gesa ia menutupi kembali kuburan saudaranya itu, kemudian pulang dan langsung menemui ibunya untuk menanyakan perihal perbuatan saudaranya itu semasa hidupnya.
    Sang ibu menjelaskan bahwa semasa hidupnya saudara perempuannya itu mempunyai kebiasaan mengakhirkan salat lima waktu, suka teledor dalam bersuci, dan di malam hari suka mengintai rumah-rumah tetangga untuk mendengarkan pembicaraan-pembicaraan mereka lalu disebarkan kepada orang lain sehingga sering terjadi keributan antar tetangga. Inilah penyebab ia disiksa di kuburnya. Karena itu, siapa yang ingin selamat dari siksa kubur serta selamat dan mudah menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir hendaknya menjauhkan diri dari sifat namîmah (mengadu domba).  
Pertanyaan Munkar dan Nakir
    Di antara soal yang berhubungan dengan fitnah barzakh dan kubur, ialah pertanyaan Munkar dan Nakir. Beriman kepada pertanyaan yang diajukan oleh Malaikat Munkar dan Nakir adalah wajib pada Syara' berdasarkan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang sahih.
Dalam Shahihain Bukhari Muslim dari hadis Anas Ibn Malik, tersebut bahwa Rasulullah saw. bersabda: Bahwasanya seseorang manusia telah diletakkan di dalam kuburnya dan teman sejawatnya pulang, semasih ia lagi mendengar suara sepatu mereka, datanglah kepadanya dua orang malaikat, lalu mendudukkannya. Keduanya bertanya: "Apa yang engkau katakan terhadap lelaki ini, yakni Muhammad SAW?" Orang mukmin menjawab: "Saya naik saksi bahwasanya ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya". Maka kepadanya dikatakan: "Lihatlah tempatmu di neraka telah diganti oleh Tuhan dengan tempatmu di surga". Lalu ia melihat dua tempat itu sekaligus. Orang munafik dan kafir, ketika ditanyakan apa yang engkau katakan terhadap lelaki ini, yakni Muhammad SAW? Mereka menjawab: "Aku tidak tahu, aku hanya mengatakan sebagaimana orang lain mengatakannya.". Lalu orang ini dipukul dengan besi sehingga ia berteriak-teriak yang suaranya terdengar oleh makhluk sekelilingnya dari yang selain Jin dan manusia. (Riwayat Bukhari-Muslim).
    Abu Daud menambah dalam riwayatnya, bahwa orang mukmin apabila ditanya: "Apakah yang engkau sembah", maka ia menjawab: "Aku menyembah Allah", apabila ditanya: "Apa yang engkau katakan terhadap laki-laki ini, yakni Muhammad saw.", ia menjawab: "Ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya". Orang itu tidak ditanya lagi selain dua hal ini. Abu Daud menambah lagi dalam riwayatnya, bahwa orang mukmin mengatakan, berilah kesempatan aku menggembirakan keluargaku. Maka dikatakan kepadanya, "Berdiamlah". Orang kafir juga ditanya tentang sesuatu yang dia sembah, dan tentang Muhammad saw., namun mereka tidak bisa menjawab sehingga mereka berteriak-teriak karena menerima pukulan yang sangat dahsyat dari kedua malaikat tadi, Munkar dan Nakir.
    Dari Asma' binti Abu Bakar ash-Shiddiq, ia berkata: Bahwasanya Rasulullah berkata dalam khutbah di hari gerhana matahari: "Sungguh telah diwahyukan kepadaku bahwa kamu mendapat fitnah di dalam kubur, fitnah seumpama fitnah dajjal. Malaikat mendatangi salah seorang kamu lalu ditanyakan kepadanya bagaimana pengetahuanmu tentang laki-laki ini, yakni Muhammad saw." Maka orang mukmin atau orang yang yakin menjawab: "Muhammad itu Rasulullah yang telah membawa kepada kami keterangan-keterangan dan petunjuk-petunjuk yang telah kami menerimanya, mengimaninya dan mengikutinya". Maka dikatakan kepadanya: "Tidurlah dengan aman dan tenteram, sungguh Kami telah mengetahui tentang keyakinanmu itu". Adapun orang munafik dan orang yang ragu-ragu menjawab: "Saya tidak tahu; saya mendengar orang mengatakan sesuatu, lalu saya pun mengatakannya pula". (Riwayat Bukhari-Muslim).
    Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Tiada seorang pun yang mati melainkan ia menjerit yang didengar oleh semua binatang kecuali manusia, dan andaikan ia mendengarnya pastilah pingsan. Ketika ia diantar ke kuburnya, jika ia shalih (orang yang baik), ia berkata: “Segerakanlah aku, andaikan kalian tahu apa yang di depanku kebaikan [sebagai balasan atas amal perbuatanku], niscaya kalian akan menyegerakan aku.” Namun, jika ia orang tidak baik, ia berkata: “Jangan segerakan aku, andaikan kalian tahu apa yang di depanku bahaya niscaya kalian tidak akan buru-buru [menguburku].” Kemudian jika telah ditanam dalam kubur, datanglah dua Malaikat yang hitam kebiru-biruan dari arah kepalanya, namun ditolak oleh salatnya dengan berkata: “Kalian tidak boleh datang dari arahku sebab adakalanya ia tidak tidur semalaman karena takut dengan saat-saat seperti ini.” Lalu Malaikat datang dari arah kakinya, namun ditolak oleh baktinya kepada kedua orang tuanya: “Jangan datang dari arahku, karena ia biasa berjalan tegak karena takut pada saat yang seperti ini.” 
    Malaikat datang dari arah kanannya namun ditolak oleh sedekahnya: “Tidak boleh datang dari arahku karena ia biasa sedekah karena takut dari saat yang seperti ini.” 
Malaikat datang dari arah kirinya, namun ditolak oleh puasanya: “Jangan datang dari arahku, karena ia biasa lapar dan haus karena takut saat yang seperti ini.” Kemudian ia dibangunkan bagaikan dibangunkan dari tidur, dan ditanya: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang membawa ajaran kepadamu itu? Siapakah ia? Ia menjawab: “Muhammad Saw; aku bersaksi bahwa ia adalah utusan Allah. 
    Kedua Malaikat itu pun berkata: “Engkau hidup sebagai orang mukmin, dan mati juga mukmin. Kuburnya pun diluaskan, dan dibukakan baginya segala kehormatan yang dikaruniakan Allah kepadanya. Semoga Allah memberi kita taufik dan dipelihara serta dihindarkan dari hawa nafsu yang menyesatkan, dan menyelamatkan kami dari siksa kubur, karena Nabi Saw juga berlindung kepada Allah dari siksa kubur.”
    A`isyah ra berkata: “Aku dahulunya tidak mengetahui adanya siksa kubur sehingga datang kepadaku seorang perempuan Yahudi minta-minta, dan setelah aku beri ia berkata, ‘Semoga Allah melindungimu dari siksa kubur.’ Semula aku mengira omongan perempuan itu hanya tipuan kaum Yahudi saja, sehingga aku pun menceritakannya kepada Nabi Saw. Beliau Saw memberitahu kepadaku bahwa siksa kubur itu benar, karena itu seharusnya seorang Muslim berlindung kepada Allah dari siksa kubur, dan bersiap-siap untuk menghadapi kubur dengan amal saleh, sebab selama ia masih hidup maka Allah telah memudahkan baginya segala amal saleh. Sebaliknya, bila ia telah masuk dalam kubur, ia ingin sekiranya diizinkan untuk melakukan satu kebaikan saja, tetapi tidak diizinkan, sehingga ia sangat menyesal. Karena itu seorang yang berakal harus berfikir dalam hal orang-orang yang telah mati. Mereka sangat mengharapkan agar diberi kesempatan untuk salat meski hanya dua rakaat, berzikir dengan tasbih, tahmid dan tahlil, sebagaimana ketika di dunia, namun tidak diizinkan. Untuk itulah mereka heran pada orang-orang yang masih hidup yang menghambur-hamburkan waktu dengan berfoya-foya dan melalaikan perintah-perintah agama. Saudaraku! Jagalah dan siapkan harimu, sebab ia sebagai pangkal kekayaanmu. Selama Anda memerhatikan pangkal kekayaanmu, maka mudah bagimu mendapatkan atau mencari untung. Di akhirat nanti daganganmu tak laku lagi. Mumpung hidup, giat-giatlah mengumpulkan kekayaanmu [maksudnya: amal saleh] agar Anda tidak menderita kerugiaan di sana nanti. Kita memohon kepada Allah semoga Dia memberi taufik untuk bersiap-siap menghadapi saat kebutuhan, dan jangan sampai menjadikan kita dari golongan yang menyesal sehingga ingin kembali ke dunia tetapi tidak diizinkan. Juga, semoga Allah memudahkan atas kita sakaratul-maut dan kesulitan kubur. Demikian pula untuk semua kaum muslimin dan muslimat. Amin ya Rabbal `alamin. Allah telah mencukupi kami, dan sebaik-baik Zat Yang memimpin. Sebaik-baik Pelindung dan Penolong (QS. Al-Anfal [8]: 40). Tidak ada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah.
Apakah Kaum Muslim Disiksa di Dalam Kubur?
    Imam Al-Qurthubi dengan mengutip perkataan Abu Muhammad Abdul Haq berkata: “Ketahuilah bahwa azab kubur tidak hanya terkhusus bagi orang-orang kafir dan munafik saja, akan tetapi juga menimpa segolongan kaum mukmin. Semua tergantung amalnya serta akibat dosa dan kesalahannya.”
Siksa kubur ini tentunya karena adanya sebab-sebab khusus yang menyebabkan penghuninya disiksa di dalamnya. Dr. `Umar Sulaiman Al-Asyqar telah menghimpun beberapa hadis yang menerangkan sebab-sebab seseorang disiksa di kuburnya. Berikut kutipan dari buku tersebut.
Tidak Memakai Penutup Saat Buang Air Kecil dan Namimah 
    Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra berkata bahwa Nabi SW melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: “Sungguh keduanya sedang disiksa, dan mereka tidak disiksa karena dosa besar.” Kemudian beliau melanjutkan: “Ya, yang satu karena melakukan namimah (mengadu domba), dan yang satunya lagi tidak memakai penutup saat buang air kecil.” Kemudian beliau SAW mengambil sebuah kayu basah dan membelahnya menjadi dua, lalu menancapkannya pada dua kubur tersebut, dan bersabda: “Semoga siksa keduanya menjadi ringan selama kayu ini tidak kering.”
    An-Nasa’i meriwayatkan bahwa Aisyah berkata: “Seorang wanita Yahudi masuk ke kamarku dan berkata, ‘Sungguh azab kubur (bisa) berasal dari air seni.’ Aku menyahut, ‘Dusta engkau.’ Ia berkata, ‘Ya, sungguh kami (penganut Yahudi) memotong kulit dan pakaian kami bila terkena air seni.’ Sementara itu, Rasulullah SAW keluar hendak salut pada saat suara kami meninggi. Beliau SAW bertanya, ‘Ada apa ini?’ Aku menceritakan apa yang wanita itu katakan. Beliau bersabda, “Ia benar.’ Lalu beliau tidak salat kecuali berdoa setelahnya, ‘Ya Tuhan Jibril, Mikail dan Israfil, lindungilah aku dari panasnya neraka dan azab kubur.’”
    Menurut Dr. `Umar Sulaiman Al-Asyqar, hadis di atas mengisyaratkan bahwa Bani Israil memotong kulit dan pakaian yang terkena air seni. Ini merupakan syariat yang ditetapkan Allah bagi mereka. Karena itu ketika ada orang yang melarang hal tersebut untuk dikerjakan, maka konsekuensinya Allah akan menyiksa mereka karena pelanggaran tersebut. 
Dalam hadis Abdurrahman ibn Hasanah, Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kalian tidak tahu apa yang menimpa seorang Bani Israil. Jika mereka terkena air seni, mereka memotong bagian yang terkena air seni tersebut. Lalu ia melarang mereka melakukan itu, maka ia diazab di dalam kubur.”
    Rasulullah SAW memberitahukan bahwa umumnya siksa kubur berawal dari air seni. Anas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bersihkan dirimu dari air seni, karena umumnya azab kubur berasal dari air seni.” Ibnu Abbas meriwayatkan dengan redaksi: “Umumnya azab kubur berasal dari air seni maka bersihkanlah dirimu darinya.” 
Mencuri Rampasan Perang
Mencuri ghanimah (rampasan perang) termasuk dosa yang dapat mengakibatkan pelakunya disiksa di dalam kubur. Abu Hurairah berkata, “Seorang laki-laki memberi hadiah seorang budak bernama Mid`am kepada Rasulullah SAW. Ketika Mid`am ikut bepergian bersama Rasulullah SAW tiba-tiba ia terkena anak panah nyasar. Ia tewas. Orang-orang berkata, ‘Semoga ia masuk surga!’ Mendengar ini, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sekali-kali tidak! Demi Yang menguasai diriku, sungguh lilin yang ia ambil pada Perang Khaibar termasuk ghanimah yang belum dibagi. Lilin ini akan menyalakan api neraka buatnya.’ Ketika orang-orang mendengar hal itu, tiba-tiba seorang laki-laki datang membawa satu atau dua tali kulit terompah untuk diserahkan kepada Nabi SAW. Beliau lalu bersabda, ‘Satu atau dua tali kulit terompah dari neraka.’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Abdullah ibnu `Amru berkata, “Dulu ada laki-laki bernama Karkarah yang bertugas menjaga barang bawaan milik Nabi yang diletakkan di punggung hewan. Ketika ia meninggal, Rasulullah SAW bersabda, ‘Ia di neraka.’ Para sahabat pergi untuk melihatnya, lalu mereka menemukan pakaian yang diambilnya.” (HR. Bukhari).
Dusta, Zina, Riba, dan Meninggalkan Al-Qur’an
Allah menunjukkan beberapa dosa yang membuat pelakunya diazab. Dalam Shahih Al-Bukhari diriwayatkan bahwa Samurah ibnu Jundub berkata:
Biasanya setelah salat Nabi SAW menghadapkan wajahnya ke arah kami, dan bertanya, “Siapa di antara kalian yang mimpi tadi malam?” Jika ada yang bermimpi, orang itu akan menceritakannya, lalu Nabi SAW mengatakan Masya Allah. 
Suatu hari beliau bertanya kepada kami, “Apakah di antara kalian ada yang bermimpi tadi malam?” Kami menjawab, “Tidak.” Beliau berkata, “Aku tadi malam bermimpi ada dua orang mendatangiku. Mereka memegang tanganku dan membawa ke tanah yang suci. Di sana ada laki-laki yang sedang duduk dan laki-laki yang berdiri di sampingnya dengan besi pengait di tangannya. Besi itu dimasukkan ke sudut mulut laki-laki yang duduk, lalu ditarik sampai mencapai tengkuk, kemudian sudut mulut yang lain ditarik seperti itu, sehingga kedua sudut mulutnya terpaut. Setelah itu, keadaannya pulih seperti sediakala, dan ia diperlakukan lagi seperti itu.
Aku bertanya, “Apa ini?” Kedua orang yang membawaku menjawab, “Jalanlah!” Lalu kami berjalan sampai bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang berbaring dan seorang lagi yang berdiri dekat kepalanya sambil memegang batu, lalu dengan batu itu ia menghancurkan kepala laki-laki yang berbaring. Setelah ia memukulnya, batu tersebut menggelinding, lalu ia pergi untuk mengambilnya lagi. Ketika ia kembali, kepala laki-laki yang hancur tadi sudah menyatu kembali dan pulih seperti sediakala, lalu ia memukulnya lagi.
Aku bertanya, “Siapa ini?” Kedua orang yang membawaku menjawab, “Jalanlah!” Kami berjalan dan menemukan sebuah lubang mirip tungku dari tembikar untuk membakar roti, yang atasnya sempit, bawahnya luas, dan di bawahnya api menyala. Jika api itu mendekat, orang-orang di dalamnya segera naik sampai mereka nyaris keluar. Jika api padam, mereka kembali turun ke bawah. Di dalam lubang itu terdapat laki-laki dan perempuan telanjang.
Aku bertanya, “Siapa mereka ini?” Kedua orang yang membawaku menjawab, “Jalanlah!” Kami lalu berjalan dan sampai ke sebuah sungai darah yang di dalamnya ada seorang laki-laki berdiri, dan di tengah sungai (menurut versi Yazid dan Wahab ibnu Jarir dan Jarir ibnu Hazim: di pinggir sungai) ada seorang laki-laki yang di hadapannya ada batu. Jika orang itu ingin keluar dari sungai, laki-laki di pinggir atau di tengah sungai melempari mulutnya dengan batu sehingga ia kembali ke tempatnya semula. Setiap kali ia keluar dari sungai, ia dilempar dengan batu sehingga kembali lagi.
Aku bertanya, “Siapa ini?” ?” Kedua orang yang membawaku menjawab, “Jalanlah!” Lalu kami berjalan sampai kami berhenti di sebuah taman hijau yang di dalamnya ada sebuah pohon besar dan di dekat akarnya ada seorang kakek dan beberapa anak kecil. Di dekat pohon ada seorang laki-laki yang di hadapannya ada api yang menyala. Lalu kedua orang yang membawaku menaikkanku ke pohon dan memasukkan aku ke suatu tempat yang sangat indah. Di dalamnya, ada orang-orang tua, pemuda-pemuda, wanita-wanita, dan anak-anak. Kemudian keduanya mengeluarkan aku dari tempat itu, lalu menaikkanku ke pohon da memasukkan aku ke dalam tempat yang lebih bagus dan lebih indah, yang di dalamnya terdapat orang-orang tua dan pemuda-pemuda.
Aku berkata, “Kalian telah membawaku berkeliling pada malam ini, maka beritahukanlah padaku mengenai peristiwa-peristiwa yang kulihat tadi!” Keduanya menjawab, “Baik. Orang yang mulutnya dirobek adalah seorrang pendusta yang menceritakan kabar dusta sehingga dusta itu tersebar ke mana-mana, dan ia terus diperlakukan begitu sampai hari kiamat. Orang yang kepalanya diremukkan adalah laki-laki yang diajarkan padanya Al-Qur’an tetapi ia mengabaikannya di malam hari dan tidak mengamalkannya di siang hari. Ia diperlakukan seperti itu sampai hari kiamat. Orang yang di dalam lubang adalah para pezina. Orang yang di sungai adalah pemakan riba. Orang tua yang berada di akar pohon adalah Ibrahim, sedang anak-anak di sekelilingnya adalah anak-anak manusia. Yang menyalakan api adalah (malaikat) Malik penjaga neraka. Tempat pertama yang kau masuki adalah tempat umumnya kaum mukmin, sedangkan tempat ini adalah tempat para syuhada. Aku ini Jibril dan ini Mikail. Angkatlah kepalamu!” Aku mengangkat kepalaku, lalu tiba-tiba di atasku ada sesuatu seperti awan. Mereka berkata, “Itu tempat tinggalmu.” Aku berkata, “Biarkan aku memasuki rumahku.” Mereka berkata, “Umurmu masih ada. Jika umurmu telah habis, kau boleh masuk ke rumahmu.” (HR. Bukhari).
Orang Yang Berhutang Ditahan di Dalam Kubur
Hutang adalah salah satu perkara yang dapat membahayakan orang mati di dalam kuburnya. Sa`ad ibnu Al-Athwal ra menceritakan bahwa saudaranya wafat. Saudaranya itu meninggalkan hutang sebesar tiga ratus dirham dan sebuah keluarga. Sa`ad berkata, “Aku ingin menginfakkan harta tersebut kepada keluarganya. Nabi SAW berkata kepadaku, ‘Sesungguhnya saudaramu tertahan karena hutangnya, maka pergi dan bayarlah hutangnya.’ Lalu aku pergi dan membayar hutangnya, kemudian datang dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku telah membayar hutangnya kecuali dua dinar yang diklaim oleh seorang perempuan, sebab ia tidak memiliki bukti.’ Beliau menjawab, ‘Berikanlah, sebab ia berhak.’” (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).
Orang yang Terpelihara dari Fitnah dan Azab Kubur
Sebagian kaum mukmin yang melakukan amal-amal besar atau tertimpa musibah besar akan terjaga dari fitnah dan azab kubur. Di antara mereka adalah:
1. Orang yang Mati Syahid
Miqdam ibnu Ma`dikariba berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang mati syahid di sisi Allah memperoleh enam hal: diampuni sejak rohnya dicabut, melihat tempat tinggalnya di surgam terpelihara dari azab kubur, aman dari ketakutan besar (di hari kiamat), di atas kepalanya diletakkan mahkota kehormatan yang nilai satu batu mulia mahkota itu lebih baik dari dunia dan seisinya, mengawini tujuh puluh dua bidadari, dan dapat memberi syafaat kepada tujuh puluh kerabatnya” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
2. Orang Yang Mati Ketika Bertugas Jaga (sebagai prajurit) di Jalan Allah
Fadhdhalah ibnu Ubaid meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: “Setiap yang mati akan selesai amalnya kecuali yang meninggal ketika bertugas jaga di jalan Allah. Amalnya terus tumbuh sampai hari kiamat dan ia akan aman dari fitnah kubur” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
3. Orang yang Meninggal Pada Hari Jumat
Dalam hadis dari Abdullah ibnu Amru, Nabi SAW bersabda: “Setiap Muslim yang meninggal pada hari Jumat akan dijaga oleh Allah dari fitnah kubur” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
4. Orang yang Meninggal karena Sakit Perut
Abdullah ibnu Yasar berkata, “Aku pernah duduk bersama Sulaiman ibnu Shard dan Khalid ibnu `Urafthah. Mereka menceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang mati karena sakit perut. Keduanya ingin menyaksikan jenazahnya. Salah satunya mengatakan kepada yang lain, ‘Bukankah Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang mati karena sakit perut tidak akan diazab di dalam kubur?” Yang satunya menjawab, “Ya.’” (Dalam riwyat lain, “Benar kamu.”) (HR. An-Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ath-Thayalisi, dan Ahmad).
Memohon Perlindungan kepada Allah dari Fitnah dan Azab Kubur
Mengingat fitnah dan azab kubur itu adalah suatu kenyataan yang pasti dihadapi oleh manusia, maka Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita dengan memohon perlindungan dari hal itu dalam salat dan di luar salat. Selain itu beliau juga menganjurkan para sahabat untuk memohon perlindungan dari hal tersebut. Berikut adalah doa-doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk kita amalkan.
Dari Anas diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berdoa:
اَللَّهُمَّ إِنِّىْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ اْلعَجْزِ وَاْلكَسَلِ وَاْلجُبْنِ وَاْلبُخْلِ وَاْلهَرَمِ وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَ أَعُوْذُبِكَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمَحْيَاوَاْلمَمَاتِ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas, sifat penakut, bakhil dan pikun. Aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur. Aku juga berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim).
Dari Aisyah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berdoa:
اَللَّهُمَّ إِنِّىْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ اْلكَسَلِ وَاْلهَرَمِ وَاْلمَأْثَمِ وَاْلمَغْرَمِ وَمِنْ فِتْنَةِ اْلقَبْرِ وَ عَذَابِ اْلقَبْرِ
Ya aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas, kepikunan, perbuatan dosa, dan hutang, serta dari fitnah kubur dan azab kubur (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Rasulullah SAW juga memerintahkan kita untuk memohon perlindungan dari azab kubur dalam salat setelah tasyahud. Dari Abu Hurairah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian selesai membaca tasyahud, maka hendaklah memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal:
اَللَّهُمَّ إِنِّىْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمَحْيَاوَاْلمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ اْلمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab jahanam, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Dajal (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i).
Dari Ibnu Abbas diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan doa berikut ini kepada para sahabat seperti mengajarkan sebuah surat Al-Qur’an:
اَللَّهُمَّ إِنِّىْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَ أَعُوْذُبِكَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمَسِيْحِ الدَّجَّالِ وَ أَعُوْذُبِكَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمَحْيَاوَاْلمَمَاتِ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab jahanam, azab kubur, kejahatan fitnah Al-Masih Dajjal, serta fitnah kehidupan dan kematian (HR. Muslim).


Rabu, 10 Desember 2008

Kewajiban Orang Tua Kepada Anaknya

By: Sulaiman Al-Kumayi

Seorang ayah sambil menyeret anaknya mendatangi Khalifah Umar bin Khaththab, “Anakku ini durhaka kepadaku; aku besarkan dengan susah payah, tetapi sekarang perlakuannya sungguh-sungguh menyakitiku.” Umar bertanya kepada si anak, “Apakah kamu tidak takut kepada Allah; kamu telah durhaka kepada ayahmu, engkau tahu kewajiban anak kepada orang tua begini dan begitu.” Namun anak itu balik bertanya kepada Umar, “Wahai amîr al-mu’minîn [pemimpin orang-orang beriman], apakah anak tidak berhak menuntut haknya kepada ayahnya?” 

Umar menjelaskan, tiga hak anak yang harus dipenuhi seorang ayah, yakni [1] berkewajiban memilihkan ibu yang baik, jangan sampai terhina akibat ibunya, [2] memberi nama yang baik, dan [3] mengajari al-Quran. Anak itu pun berkata, “Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik, dia wanita yang dibeli 400 dirham, itulah ibuku. Di samping itu, aku diberi nama kelelawar jantan, dan juga aku sama sekali tidak pernah diajari al-Quran.
Umar pun menoleh balik kepada sang ayah, “Anda telah durhaka kepada anakmu sendiri sebelum ia durhaka kepadamu. Enyahlah kamu dari sini.”
Seorang ulama terkenal di Samarkand, Abu Hafsh pernah didatangi seorang ayah yang mengeluh karena dipukuli anaknya hingga sakit. Abu Hafsh terkejut, “Subhâna Allâh [Maha Suci Allah], masak ada anak memukul ayahnya?” “Sungguh, saya dipukul hingga sakit,” jelasnya. Kemudian ia ditanya, “Apakah Anda pernah mengajari anakmu dengan al-Quran?” “Tidak pernah,” jawabnya. “Lalu apa pekerjaan anakmu?” Dijawab, “Tani.”
Abu Hafsh—yang mempunyai visi spiritual yang matang itu—berkata, “Tahukah Anda mengapa anakmu sendiri tega memukulmu?” “Aku tidak tahu,” jawabnya kebingungan. Sang ulama pun menjelaskan, “Mungkin ketika anakmu sedang di atas himar [keledai] menuju ke sawah bernyanyi dan bersiul sementara di kiri kanannya kerbau dan lembu, di belakangnya anjing, kemudian Anda tiba-tiba menegurnya. Sehingga ia mengira Anda itu lembu yang sedang mengganggu, maka ia pun memukul Anda. Sungguh untung dan ucapkan al-Hamdu lillâh karena ia tidak memukul kepalamu.
Tsabit al-Bunani menuturkan, ada seorang anak memukul ayahnya di suatu tempat. Ketika anak itu ditegur orang-orang yang menyaksikan, ia menjawab, “Biarkan saja, karena dulu ketika aku masih remaja pernah memukul ayahku di tempat ini, dan sekarang aku dibalas anakku sendiri di tempat yang sama. Semoga kejadian ini menjadi tebusan atas kesalahanku. Karenanya anakku tidak dapat disalahkan.
Ahli hikmah menasehati: “Siapa durhaka kepada kedua orang tuanya ketika remaja, maka ketika kelak menjadi orang tua, ia tidak akan merasakan kesenangan dari anak-anaknya.”
Dikisahkan, ada seorang saleh, namanya Khalaf bin Ayyub, jika ia mempunyai memerlukan sesuatu tidak menyuruh anaknya, dan lebih suka menyuruh orang lain. Ketika ditanya, ia menjawab, “Aku khawatir kalau-kalau anakku tidak menuruti apa yang kuinginkan sehingga berdosa kepadaku dan masuk neraka. Dan aku tidak suka anakku masuk neraka.”
Berikan Tiga Hal Pada Anak
Berangkat dari kasus-kasus di atas, sebaiknya orang tua berkaca dan memeriksa diri sendiri. Mengapa anak-anak Anda tidak menghormati Anda sebagaimana harapan Anda?
Untuk melahirkan anak-anak yang sesuai dengan yang diidam-idamkan, maka penuhilah tiga hal yang menjadi hak anak. Nabi saw. bersabda, “Hak anak yang harus dilaksanakan oleh orang tua tiga: [1] memilihkan nama yang baik ketika lahir, [2] mengajarkan kepadanya kitab Allah [al-Quran], dan [3] mengawinkannya jika telah dewasa.”
Sebagai tambahan bagi para orang tua, hendaknya setiap selesai salat lima waktu senantiasa berdoa kepada Allah agar kiranya Dia berkenan memaafkan kesalahan Anda jika pada suatu ketika pernah menyakiti kedua orang tua, dan berharap semoga anak-anaknya menjadi anak yang saleh dan salehah. Sumber kebahagiaan dan ketenteraman jiwa. Insya Allah, dengan cara ini Allah pasti memaafkan kesalahan Anda dan anak-anak Anda tidak akan menyakiti Anda. []


Merawat Kedua Orang Tua

Mentaati dan Merawat Kedua Orang Tua
By: Sulaiman Al-Kumayi

Seorang ibu berusia sekitar 60 tahun pernah datang ke rumah penulis untuk berkonsultasi mengenai perlakuan seorang anaknya kepadanya. Ibu itu bercerita, sejak dua tahun ditinggal suaminya, salah seorang anaknya memperlakukannya dengan kasar. Hampir setiap hari si ibu dipukuli, bahkan pernah suatu hari sampai pingsan. Perlakuan ini berlangsung dua bulan. 
“Saya sudah tidak tahan diperlakukan demikian,” akunya kepada penulis sambil menangis sesenggukan. “Tetapi hingga saat ini saya belum pernah mengeluarkan kata-kata kutukan, karena saya takut Allah akan mengabulkannya dan anak saya celaka. Saya berharap mudah-mudahan ia menyadari kekeliruannya.”
Di atas hanya penggalan kasus aktual yang terjadi di sekitar kita. Beberapa televisi pernah memberitakan seorang anak tega menghabisi nyawa ayahnya gara-gara ketika kecil diperlakukan dengan kasar oleh sang ayah. Kasus lain, seorang pengusaha sukses merasa malu merawat ibunya yang berusia 70 tahun dan menitipkannya di rumah jompo. Pernahkah kita berpikir bahwa harapan terbesar orang tua ketika melahirkan dan membesarkan anaknya adalah agar ketika mereka sudah berusia lanjut ada yang merawat mereka?
Allah dan Rasul-Nya sangat menganjurkan seorang anak untuk taat dan merawat kedua orang tua yang ganjarannya sama dengan berjuang di jalan Allah. Abdullah bin Umar melaporkan, seorang laki-laki muda menemui Nabi saw. dan menyampaikan maksudnya, “Saya ingin berjuang di jalan Allah.” Nabi bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” “Ya, keduanya masih hidup,” jawabnya. Nabi bersabda, “Melayani dan merawat keduanya merupakan jihad.”
Dalam Tanbîh al-Ghâfilîn karya Abû Laits al-Samarqandî menyebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu `Abbâs yang menyebutkan: “Tiada seorang mukmin mempunyai kedua orang tuanya [ayah dan ibu], lalu pagi-pagi ia taat dan berbuat baik kepada keduanya, melainkan Allah membukakan untuknya dua pintu sorga. Dan tidak mungkin Allah ridha padanya jika salah seorang dari mereka [ayah atau ibunya] murka kepadanya, sehingga mendapat ridha dari keduanya. Ditanyakan, ‘Sekalipun orang tua itu zalim?’ Jawabnya, ‘Meskipun zalim.’ Sebaliknya, Allah membukakan pintu neraka bagi yang dimarahi kedua orang tuanya.”
Nabi Musa pernah memohon kepada Allah, “Ya Tuhanku, pesanilah aku. Firman Allah, “Aku berpesan supaya kamu tetap dengan-Ku.” “Apalagi,” pinta Musa. Firman Allah, “Aku pesan kepadamu taatilah ibumu.” “Yang lainnya,” kata Musa. Firman-Nya, “Aku pesan taatilah ibumu.” “Yang lainnya lagi,” kata Musa. Firman-Nya, “Aku berpesan kepadamu taatilah ayahmu.”
Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya berkata, saya bertanya kepada Nabi saw, “Ya Rasulullah, siapakah yang harus saya taati?” Jawab Nabi, “Ibumu.” “Siapa lagi?” tanyaku. “Ibumu,” jawab Nabi. “Siapa lagi?” tanyaku lagi. Dijawab, “Ibumu.” “Kemudian siapa lagi” Dijawab Nabi, “Ayahmu, kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat dari kerabatmu.”
Mengingat demikian tinggi dan terhormat kedudukan orang tua di mata Allah, Nabi melarang keras kita menyakiti kedua orang tua apa pun alasannya. Bahkan sebagaimana disabdakan beliau, “Semua perbuatan dosa [balasannya] ditangguhkan oleh Allah Swt. sesuai dengan kehendak-Nya hingga hari kiamat, kecuali dosa menyakiti kedua orang tua; karena sesungguhnya azab perbuatan tersebut disegerakan atas pelakunya sewaktu ia masih hidup, sebelum mati” (HR. Thabrânî).
Kasus al-Qamah
Di zaman Nabi saw. ada seorang pemuda yang sangat tekun beribadah, dan banyak amalnya seperti bersedekah. Nama pemuda itu al-Qamah. Suatu ketika ia sakit keras, dan isterinya mengutus seseorang untuk menemui Rasulullah saw. dan memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit keras dan dalam sakaratul-maut. Kemudian Rasulullah mengutus Bilal, Ali, Salman dan Ammar supaya pergi ke rumah al-Qamah dan memperhatikan bagaimana keadaannya. Ketika mereka sampai di sana, mereka langsung menemui al-Qamah dan menuntunnya supaya membaca ‘lâ ilâha illâ Allâh’ [Tiada Tuhan selain Allah], tetapi lidah al-Qamah bagaikan terkunci dan tidak dapat mengucapkan kalimat thayyibah tersebut. Menyaksikan bahwa al-Qamah pasti akan mati, mereka menyuruh Bilal untuk menemui Nabi dan melaporkan keadaan al-Qamah sebenarnya.
Rasulullah pun pergi dan langsung bertanya, “Apakah ia masih mempunyai ayah dan ibu?” Isteri al-Qamah menjawab, “Ayahnya telah meninggal, sedangkan ibunya masih hidup. Tetapi sudah berusia lanjut.” Rasulullah berkata, “Wahai Bilal! Carilah ibu al-Qamah dan sampaikan salamku padanya: “Anda harus menemui Rasulullah saw. sekarang, dan jika tidak bisa Rasulullah yang akan menemui Anda.” 
Ibu al-Qamah memenuhi panggilan Rasulullah. Kemudian Nabi bertanya, “Jelaskan yang sebenarnya kepadaku; jika Anda dusta kepadaku, niscaya akan turun wahyu memberitahu kepadaku. Bagaimana keadaan al-Qamah?” Jawab ibu al-Qamah, “Al-Qamah disiplin salat, puasa dan bersedekah yang banyak sehingga tidak diketahui berapa harta yang sudah dikeluarkannya.” “Bagaimana hubunganmu dengannya?” tanya Nabi. “Saya marah kepadanya,” jawabnya singkat. “Mengapa Anda marah,” tanya Nabi lagi. 
Ibu al-Qamah pun menjelaskan kronologi kemarahannya kepada anaknya itu. Ia lebih mementingkan isterinya ketimbang ibunya sendiri; menurut apa kata isterinya, namun menentangku. Mendengar penjelasan ini, Nabi bersabda, “Kemarahan ibunya itulah penyebab kekeluan lidah al-Qamah untuk mengucapkan lâ ilâha illâ Allâh.”  
Kemudian Nabi menyuruh Bilal supaya mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya untuk membakar al-Qamah. Ibu al-Qamah bertanya, “Ya Rasulullah, anakku, buah hatiku akan engkau bakar dengan api ini di depan mataku; hatiku tidak mungkin menerima kenyataan ini. Rasulullah menjawab, “Hai ibu al-Qamah, sika Allah lebih berat dan kekal, karena itu jika Anda ingin melihat Allah mengampuni dosa anakmu, maka relakanlah ia [kau harus ridha kepadanya]; demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan berguna salat, sedekahnya selama Anda murka kepadanya.”
Lalu ibu al-Qamah mengangkat kedua tangannya dan berkata, “Ya Rasulullah, saya bersaksi kepada Allah di langit dan kau ya Rasulullah, dan siapa saja yang hadir di tempat ini bahwa saya telah meridhai al-Qamah.” 
Rasulullah menyuruh Bilal pergi melihat keadaan al-Qamah, apakah sudah bisa mengucapkan lâ ilâha illâ Allâh ataukah belum. Karena Nabi khawatir bahwa ibu al-Qamah mengucapkan kata-katanya itu hanya karena malu kepada Rasulullah dan bukan lahir dari hatinya yang paling dalam. Sesampai Bilalh di pintu rumah al-Qamah, tiba-tiba terdengar suara al-Qamah mengucapkan lâ ilâha illâ Allâh. Bilal pun masuk dan berpidato, “Para hadirin, sesungguhnya kemarahan ibu al-Qamah yang menyebabkan kekeluan lidah untuk mengucapkan syahadat, dan ridhanya kini telah melepas kekeluan lidahnya.” Al-Qamah pun wafat, dan Rasulullah menyuruh supaya jenazahnya segera dimandikan dan dikafani, kemudian disalati oleh Nabi saw. Dan sesudah dimakamkan, beliau berdiri di tepi kuburan sambil bersabda, “Hai sahabat Muhajir dan Anshar, siapa yang mengutamakan isterinya ketimbang ibunya, maka ia terkena kutukan Allah dan tidak diterima ibadat-ibadat fardhu dan sunnatnya.”
Ibnu Abbas ketika menafsirkan firman Allah: “Tuhan telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain hanya kepada-Nya; dan kepada kedua orang tuamu harus berbakti dengan sebaik-baiknya; dan apabila telah tua salah satunya atau keduanya dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. al-Isrâ [17]: 23); mengatakan, seandainya kamu membuangkan kencing atau kotoran ibu atau ayahmu, hendaknya jangan kamu tutup hidungmu dan jangan cemberut mukamu sebab keduanya telah mengerjakan semua itu di masa kecilmu, dan jangan membentak keduanya dan berkatalah dengan lemah lembut, sopan santun, ramah tamah, dan hormat.
10 Kewajiban 
Al-Samarqandî menyebutkan 10 kewajiban seorang anak kepada kedua orang tuanya yang harus dilaksanakan. Pertama, ketika kedua orang tua menginginkan makan, maka segera dipenuhi makannya; kedua, jika mereka membutuhkan pakaian, maka segeralah diberi pakaian, dan yang lebih baik adalah memberi pakaian baru untuk menyenangkan hati mereka. Ketiga, jika keduanya memerlukan bantuan, segera beri bantuan. Keempat, segera memenuhi panggilan mereka. Kelima, mentaati semua perintahnya sepanjang tidak menyuruh untuk maksiat dan ghibah [membicarakan kejelekan orang lain]. Keenam, ketika berbicara kepada keduanya harus lunak, lemah lembut dan sopan. Ketujuh, tidak boleh memanggil nama kecilnya. Kedelapan, jika berjalan bersamanya harus berada di belakangnya. Kesembilan, senang kepada keduanya sebagaimana senang pada diri sendiri, demikian pula sebaliknya membenci bagi keduanya sebagaimana pada dirinya sendiri. Dan kesepuluh, mendoakan keduanya supaya mendapat pengampunan Allah dan rahmat-Nya; sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Nuh dan Ibrahim: Rabbighfirlî waliwâlidayya walilmu’minîna walmu’minâti yauma yaqûmul hisâb [Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan kaum mukminin dan mukminat pada hari perhitungan].
Seorang sahabat menerangkan bahwa seorang anak yang tidak suka mendoakan kedua orang tuanya, niscaya ia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya. Karena itu, jika seorang anak menginginkan kesuksesan dalam hidupnya kuncinya terletak pada kedua orang tuanya. 
Berbakti kepada kedua orang tua tidak terbatas ketika mereka masih hidup, tetapi untuk selama-lamanya, sepanjang seorang anak masih hidup. Hal ini merujuk pada kasus salah seorang dari Bani Salimah yang pernah bertanya kepada Nabi saw., “Kedua orang tuaku sudah meninggal, apakah ada jalan untuk berbakti kepada keduanya?” Dijawab oleh Nabi, “Ya, membacakan istighfar untuk keduanya, dan melaksanakan wasiat keduanya, serta menghormati sahabat-sahabat atau teman-teman keduanya, dan menghubungi famili dari keduanya.”
Bagi saudaraku semua, yang kebetulan membaca bagian ini, kami sarankan agar sebelum Anda meminta sesuatu kepada Allah, maka diawal doa Anda doakanlah kedua orang tua Anda baik mereka masih hidup maupun sudah meninggal, baru kemudian Anda menyampaikan permintaan Anda kepada-Nya. Inilah cara berbakti Anda, dan yakinlah hidup Anda pasti senantiasa dalam rahmat-Nya. 
Hikayat
Dalam Kitab Irsyâd al-`Ibâd, ada memuat sebuah kisah yang bersumber dari al-Yafi`i. Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi memberikan wahyu kepada Nabi Sulaiman bin Dawud agar pergi ke tepi laut. Di sana ia akan melihat sesuatu yang mempesona.
Nabi Sulaiman bersama jin dan manusia keluar. Ketika sampai di tepi laut, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak melihat sesuatu pun yang menarik perhatiannya. Kemudian Nabi Sulaiman berkata kepada Ifrit, “Coba kamu menyelam ke dasar laut ini, dan nanti kembalilah dengan membawa sesuatu yang kamu jumpai di dalamnya.” Si Ifrit pun menyelam dan kembali sesaat kemudian. Ifrit melapor, “Wahai Nabi Sulaiman, sungguh aku tidak menemukan apa pun di sana, padahal aku sudah menyelidiki sepanjang dasar laut. Tidak ada sesuatu yang menarik.”
Nabi Sulaiman memerintahkan kepada Ifrit yang lain. Namun, sebagaimana yang pertama, yang kedua ini melaporkan hal yang sama. Kemudian ia menyuruh Ashif bin Burkhiya, menteri Nabi Sulaiman yang disebut dalam al-Quran sebagai orang yang memgerti ilmu kitab. Beberapa saat kemudian Nabi Sulaiman dibawakan sebuah kubah dari kapur putih yang mempunyai empat pintu yang masing-masing terbuat dari intan, yaqut, mutiara dan zabarjad yang hijau.
Seluruh pintu terbuka, namun setetes air pun tidak ada yang masuk ke dalamnya, padahal kubah itu berada di dasar laut, sejauh perjalanan Ifrit yang pertama tiga kali. Kubah itu diletakkan di depan Nabi Sulaiman, dan ternyata di dalamnya terdapat seorang pemuda yang berpakaian bagus, bersih sedang menjalankan salat. Ia masuk dan mengucapkan salam kepadanya, dan bertanya, “Apakah yang membuatmu bisa bertempat tinggal di dasar laut?” Pemuda itu menjawab, “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya ayahku itu seorang yang lumpuh, ibuku tuna netra [buta], dan aku berusaha melayani keduanya selama tujuh puluh tahun.”
Ketika ibuku akan meninggal dunia, ia berdoa, “Ya Allah berilah anakku umur yang panjang sebagai tanda kepada-Mu.” Begitu juga ketika ayahku akan meninggal, ia berdoa, “Ya Allah berilah anakku kesempatan untuk beribadah kepada-Mu di suatu tempat yang kiranya tidak bisa dilalui oleh syetan.”
Kemudian aku pergi ke tepi laut ini setelah aku memakamkan mayat ayah dan ibuku; aku melihat kubah ini di depanku. Aku masuk ke dalamnya untuk melihat keindahan di dalamnya. Tidak berapa lama kemudian, datang malaikat dan membawaku bersama kubah ini ke dasar laut. Nabi Sulaiman bertanya, “Kira-kira kapan kamu sampai ke tepi pantai ini?” Pemuda itu menjawab, “Kira-kira pada zaman Nabi Ibrahim.”
Nabi Sulaiman mengingat tentang sejarah Nabi Ibrahim yang bisa diperkirakan dua ribu empat ratus tahun yang silam. Sekalipun demikian, pemuda itu masih tetap muda, tidak ada satu pun uban di rambut kepalanya.
Nabi Sulaiman bertanya, “Bagaimana dengan makan dan minummu?” Dijawab, “Pada tiap hari ada seekor burung hijau yang membawa sesuatu yang kuning dipatuknya seperti kepala manusia, lalu aku memakannya. Aku bisa merasakan segala kenikmatan dunia. Dengan memakannya aku tidak merasakan lapar dan dahaga, panas dingin, dan tidur pun aku tidak merasa kedinginan lagi; aku juga tidak pernah merasakan susah dan jemu di sini.
Nabi Sulaiman bertanya lagi, “Apakah kamu mau ikut bersama kami, atau kamu aku kembalikan ke tempatmu semula?” Pemuda itu menjawab, “Kembalikan aku ke tempat semula, wahai Nabi Allah.” 
Nabi Sulaiman memerintahkan Ashif agar mengembalikan pemuda tersebut ke tempat asalnya. Kemudian Nabi Sulaiman berkata, “Lihatlah oleh kalian semua! Bagaimana Allah mengabulkan doa kedua orang tua pemuda tadi. Oleh karena itu, aku peringatkan kepada kalian jangan sekali-kali durhaka kepada kedua orang tua.” []